
Bagi masyarakat Indonesia, jamu merupakan resep pengobatan herbal 
tradisional yang secara turun temurun diwariskan para leluhur. Bicara 
soal jamu, nama Nyonya Meneer pasti sudah melekat di telinga Anda. 
Terlebih lagi ungkapan `Nyonya Meneer berdiri sejak 1919`, yang sangat 
populer hingga saat ini.
 
Dari namanya, Anda pasti mengira wanita 
berkonde di kemasan jamu Nyonya Meneer tersebut merupakan keturunan 
Belanda yang identik dengan istilah `Menir`. Faktanya wanita bernama 
asli Lauw Ping Nio ini merupakan keturunan dari pasangan Tionghoa-Jawa.
Besar
 di Sidoarja, Meneer kecil menerima banyak didikan dari sang ibu 
termasuk meracik tanaman-tanaman biasa menjadi obat mujarab penyembuh 
rasa sakit. Warisan orangtua inilah yang kemudian menjadi cikal bakal 
industri jamu terbesar di Indonesia yang produknya berhasil menembus 
pasar internasional.
Iklan beserta potret wajah dalam kemasan 
produknya menjadi salah satu penggenjot bisnis pengobatan 
tradisionalnya. Saat itu, salah satu produknya andalannya adalah jamu 
habis beranak yang sangat diminati ibu-ibu yang baru melahirkan.
Lalu
 mengapa wanita keturunan Tionghoa ini lebih dikenal dengan sebutan 
Nyonya Meneer? Berikut kisah bisnis Nyonya Meneer seperti dikutip dari 
berbagai sumber seperti buku Family Business: A Case Study of Nyonya Meneer, One of Indonesia’s Most Successful Traditional Medicine Companies, Selasa (19/11/2013):
Asal muasal nama Meneer (Menir)
Nyoya Meneer 
lahir dengan nama asli Lauw Ping Nio di Sidoarjo, Jawa Timur 1895. 
Maklum, di dalam tubuhnya mengalir darah Tionghoa.
Sejak kecil, 
masyarakat disekitarnya telah mengenal dia dengan panggilan Nonie Menir 
yang ditulis dengan ejaan Belanda `Meneer`.  Kisah lahirnya nama Meneer 
sebenarnya cukup sederhana dan bukan karena dia merupakan keturunan 
Belanda.
Saat dia tengah berada dalam kandungan, sang ibu gemar 
sekali memakan butiran-butiran halus sisa tumbukan padi yang dalam 
bahasa Jawa disebut Menir. Maka saat Lau Ping Nio lahir, sang ibu lebih 
memilih memanggilnya dengan sebutan Meneer.
Menikah di usia muda, Lau Ping Nio dipanggil Nyonya Meneer
Semasa
 kecilnya, wanita yang akrab disapa Nonie Meneer ini banyak memperoleh 
pendidikan dari ibunya sendiri. Sang ibu dengan telaten mengajarkan 
Meneer berbagai keterampilan rumah tangga.
Setiap hari dia rutin 
bertugas merawat tanaman berkhasiat dan menyelesaikan berbagai pekerjaan
 rumah tangga lainnya. Tak sia-sia, Meneer tumbuh sebagai orang yang 
disiplin dan penuh kreatifitas. Kecantikan dan sikap Meneer akhirnya 
menarik perhatian pemuda asal Semarang berdarah Tionghoa, Ong Bian Wan.
Pemuda
 yang berprofesi sebagai pedagang tersebut jatuh hati pada Meneer. Tanpa
 ragu, Ong menyunting Menner yang saat itu masih berusia 17 tahun. 
Setelah menikah, lepas dari sebutan Nonie, lahirlah panggilan baru yang 
melekat di dirinya hingga kini, Nyonya Meneer.
Berhasil sembuhkan suami dengan obat racikan sendiri
Pada
 suatu hari, sang suami mengalami sakit perut parah. Sejumlah dokter 
didatanginya, tapi tak ada satu pun yang berhasil menyembuhkan penyakit 
suami tercintanya itu. Waktu itu, keduanya masih hidup di masa 
kependudukan Belanda. Di tengah masa sulit tersebut, mendapatkan 
pengobatan layak jelas bukan hal yang mudah.
Untungnya, Meneer 
ingat salah satu pelajaran sang ibu tentang tanaman berkhasiat yang dulu
 rajin dirawatnya. Sang ibu pernah mengajarkan dia untuk menyembuhkan 
penyakit secara tradisional dengan menggunakan obat-obatan herbal.
Meneer
 pun mulai meracik sejumlah tanaman dengan peralatan seadanya.  Ajaib! 
suaminya sembuh seketika dari sakit perut yang dideritanya setelah 
meminum jamu racikan Meneer. Belakangan diketahui, suaminya terkena 
sariawan usus dan jamu pertamanya berkhasiat mengobati penyakit 
tersebut.
Dia menjadi lebih bersemangat melatih kemampuannya 
meramu obat herbal warisan orangtuanya. Dengan keahliannya yang semakin 
terasah, Meneer membantu menyembuhkan sejumlah penyakit yang diderita 
warga sekitar.
Lahirkan bisnis jamu terbesar di Indonesia lewat racikan warisan orangtua
Dari
 mulut ke mulut, khasiat jamu Nyonya Meneer mulai dikenal masyarakat 
luas. Lewat racikan jamunya yang terbukti mujarab, Dia sanggup 
menyembuhkan berbagai penyakit mulai dari sakit kepala, masuk angin 
hingga demam parah.
Berawal dari niatnya membantu sesama, Meneer 
mengubahnya menjadi bisnis pribadi. Di awal bisnisnya, dia mengantarkan 
sendiri jamu racikannya ke rumah-rumah konsumen. Dari hari ke hari, 
jamunya semakin terkenal.
Bisnis Nyonya Meneer pun berkembang 
menjadi industri rumahan berskala kecil. Dia mulai menambah pegawai 
karena tak sanggup melayani berbagai pesanan sendirian. Tingginya jumlah
 pesanan membuat Nyonya Meneer nyaris enggan keluar dari ruang raciknya.
 Padahal saat itu, dia hanya berbekal perabotan biasa dan resep warisan 
orang tua.
Pada 1919, Nyonya Meneer mendirikan perusahaan bernama 
`Jamu Jawa Asli Cap Potret Nyonya Meneer` di Semarang. Bisnisnya semakin
 berkembang ke berbagai kota di Indonesia. Siapa sangka, bisnis jamu 
tradisional Nyonya Meneer bisa bertahan hingga saat ini di tengah 
terpaan kehidupan serba modern. Bisnisnya itu juga menjadi cikal bakal 
salah satu indistri jamu terbesar di Indonesia.
Mengapa Nyonya Meneer menggunakan potret wajah sendiri sebagai logo produk jamunya?
Jauh
 hari sebelum perusahaannya berdiri, Nyonya Meneer sudah memasang potret
 wajahnya di kemasan jamunya. Sebelumnya dia meminta maaf pada semua 
pelanggannya karena memasang potret wajahnya.
Pemasangan potret di
 logo itu, dilakukan Nyonya Meneer bukan karena ingin tenar, melainkan 
untuk menjamin keaslian racikan jamunya tersebut. Lagipula, penggunaan 
potret di merek produk zaman dulu merupakan tindakan yang lazim 
dilakukan para pelaku usaha.
Biasanya kemasan produk hasil racikan
 keturunan Tionghoa memang sering memakai potret pendirinya sebagai 
jaminan bahwa produknya memang berkualitas. Tak ada satupun yang 
menyangka, potret itu kini menjadi lambang produk jamu yang mendunia.
Museum jamu Nyonya Meneer
Kesukesan jamu 
Nyonya Meneer bukan isapan jempol belaka, Terbukti pada 1984, Ibu Tien 
Soeharto memberikan penghargaan pada wanita tersebut dengan mendirikan 
Museum Jamu Nyonya Meneer.
Museum tersebut berlokasi di Jalan Raya
 Kaligawe Km 4, Semarang. Saat itu, sosok Nyonya Meneer dianggap sebagai
 salah satu tokoh terpopuler di Tanar Air karena telah melestarikan jamu
 minuman asli dari Indonesia.
Di dalam museum, Anda bisa melihat 
berbagai bahan racikan jamu, dan sejumlah patung wanita yang tengah 
berdiri menumbuk racikan jamu. Berbagai koleksi dan foto pribadi Nyonya 
Meneer pun ditata rapi di museum jamu tersebut.
Sumber: liputan6.com