Proses pembuatan lambang negara Indonesia dimulai setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya tanggal 17 Agustus 1945. Pada tanggal 16 November 1945 dibentuklah Panitia Indonesia Raya, yang diketuai oleh Ki Hajar Dewantara dan Muhammad Yamin menjadi sekretaris umum.
Panitia ini bertugas untuk menyelidiki arti lambang-lambang dalam sejarah peradaban bangsa Indonesia sebagai langkah awal untuk mempersiapkan bahan kajian tentang lambang negara Indonesia. Kajian ini dilakukan terhadap data lambang-lambang burung garuda yang berada di candi-candi di pulau Jawa
Pada tahun 1947 diadakan sayembara merancang lambang negara yang diadakan oleh Kementerian Penerangan melalui organisasi seni Lukis seperti SIM (Seniman Indonesia Muda) dan Pelukis Rakyat. Berdasarkan sumber yang dikutip dari catalog pameran Haris Purnomo, 2006, yang bertajuk “Di bawah Sayap Garuda” terdapat ulasan Hendro Wiyanto selaku kurator yang mengulas perihal sayembara tersebut dengan judul "Tanda Lambang Garuda” yang menyebutkan bahwa tidak ada satupun dari hasil rancangan sejumlah pelukis tentang bentuk lambang negara yang sesuai karena kebanyakan pelukis tersebut kurang paham mengenai sejarah dan arti dari tanda lambang negara.
Tanggal 30 Desember 1949 berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat No 2 Tahun 1949, Sultan Hamid II diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio RIS. Dalam kedudukan tersebut, Sultan Hamid II dipercayakan oleh Presiden Soekarno untuk melakukan perancangan gambar lambang negara, karena tidak ada tugas lain selaku Menteri Negara selain membuat rencana untuk Lambang Negara RIS dan menyiapkan Gedung Parlemen RIS. Kemudian pada idang kabinet kedua tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lambang Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan Panitia Teknis: Muhammad Yamin (Ketua), Ki Hajar Dewantoro (anggota), M.A. Pellaupessy (anggota), Moh. Natsir (anggota), R.M. Ng Purbatjaraka (anggota). Panitia ini bertugas menyeleksi/menilai usulan-usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.
Untuk melaksanakan tugas perancangan lambang negara Sultan Hamid II selaku Menteri Negara RIS meminta masukan dari Ki Hajar Dewantoro selaku anggota Panitia Lambang Negara RIS yang berada di Yogyakarta, kemudian masukan tersebut pada tanggal 26 Januari 1950 dikirim kepada Sultan Hamid II melalui sekretaris dewan Menteri RIS (Z Yahya) yang isinya mengirimkan nasehat dan usulan kepada Panitia Lambang Negara di Jakarta dan surat turunannya telah disampaikan kepada Menteri Negara RIS Sultan Hamid II tanggal 1 Februari 1950 No. XXX/ 202, Perihal Panitia Lambang Negara.
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari yang menampakkan pengaruh Jepang.
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Mereka bertiga sepakat mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan "Bhineka Tunggal Ika".Tanggal 8 Februari 1950, rancangan lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan kembali, karena adanya keberatan terhadap gambar burung Garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap terlalu bersifat mitologis.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS pada tanggal 11 Februari 1950. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih "gundul" dan tidak berjambul seperti bentuk sekarang ini. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.
Soekarno terus memperbaiki bentuk Garuda Pancasila. Pada tanggal 20 Maret 1950 Soekarno memerintahkan pelukis istana, Dullah, melukis kembali rancangan tersebut; setelah sebelumnya diperbaiki antara lain penambahan "jambul" pada kepala Garuda Pancasila, serta mengubah posisi cakar kaki yang mencengkram pita dari semula di belakang pita menjadi di depan pita, atas masukan Presiden Soekarno. Dipercaya bahwa alasan Soekarno menambahkan jambul karena kepala Garuda gundul dianggap terlalu mirip dengan Bald Eagle, Lambang Amerika Serikat. Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara. Rancangan Garuda Pancasila terakhir ini dibuatkan patung besar dari bahan perunggu berlapis emas yang disimpan dalam Ruang Kemerdekaan Monumen Nasional sebagai acuan, ditetapkan sebagai lambang negara Republik Indonesia, dan desainnya tidak berubah hingga kini.
Sejarah rancangan Lambang Negara
Selanjutnya sejarah tentang lahirnya Pancasila dapat dibaca di artikel berikut ini.