Pages

Arti Nomor Rangka Mesin

Kita semua mungkin pernah membaca no rangka kendaraan milik kita sebagaimana yang tercantum dalam STNK/ BPKB. Namun banyak yang belum tahu apa arti kode rangka kendaraan tersebut. No mesin dan No rangka/chassis merupakan nomor yang digunakan untuk mengidentifikasi setiap unit kendaraan bermotor.

Asal Usul Marga Tionghoa

Asal usul Marga Tionghoa dapat ditelusuri mulai dari 5,000 tahun yang lalu pada zaman “San Huang Wu Di” yang pada awalnya mengikuti garis keturunan Ibu yang disebut dengan “Xing [姓]” hingga pada Dinasti Xia, Shang dan Zhou munculah Marga Tionghoa menurut status sosial yang disebut dengan “Shi [氏]”.

36 Strategi Perang

36 Strategi San Shi Liu Ji [三十六计] merupakan salah satu maha karya yang berasal dari daratan China yang membahas tentang strategi-strategi kemiliteran. Karya 36 Strategi Perang ini sangat terkenal dan telah banyak diterjemahkan ke berbagai bahasa termasuk bahasa Inggris dan bahasa Indonesia serta banyak diterapkan oleh para pebisnis untuk memenangi persaingan dalam dunia bisnis.

Sejarah Dibubarkannya Monarki Perancis

Lukisan ilustrasi Revolusi Prancis karya Jean-Pierre Houë Tepat 220 tahun yang lalu, Revolusi Perancis memasuki babak penting: dibubarkannya monarki. Pembubaran ini diputuskan oleh Majelis Legislatif yang mendukung gerakan revolusi rakyat. Menurut The History Channel, dengan demikian Perancis tidak lagi diperintah raja saat Majelis menyepakati pembentukan Republik Pertama.

John Lie, Pahlawan Nasional Pertama Keturunan China

Matahari baru saja terbenam saat sebuah kapal hitam menyelinap keluar dari pelabuhan kecil di Phuket, Thailand. Kapal motor berwarna hitam itu tak menyalakan lampu. Di buritannya berkibar bendera Merah Putih. Di belakang kemudi, berdiri kapten kapal John Lie. Siapakah dia?

Tampilkan postingan dengan label Olahraga. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Olahraga. Tampilkan semua postingan

Selasa, 17 Oktober 2023

Asian Games XIX - 2022 (2023)

Asian Games XIX di selenggarakan di Hangzhou, China mulai tanggal 23 September 2023 s.d. 8 Oktober 2023. Asian Games XIX ini seharusnya diselenggarakan di tahun 2022, namun karena Pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia, sehihngga penyelenggaraannya ditunda ke tahun 2023. Asian Games XIX diikuti oleh sekitar 11.935 orang atlet dari 45 negara peserta.

Dalam Asian Games XIX ini mempertandingkan 40 cabang olahraga yang terdiri dari 482 nomor pertandingan (event).

Berikut ini adalah klasemen akhir hasil perolehan medali Asian Games XIX - 2023.

Negara peserta Asian Games XIX yang terdiri dari 45 negara yaitu:

Sabtu, 20 Agustus 2022

Achmad Nawir, Kapten Kesebelasan Indonesia di Piala Dunia 1938

Indonesia ketika masih bernama Hindia Belanda, pernah masuk ke Babak Final Piala Dunia, yaitu pada Piala Dunia tahun 1938 yang diselenggarakan di Perancis (kisahnya dapat dibaca di Artikel Ini). Beberapa orang yang dipilih sebagai pemain tim Hindia Belanda ini adalah Tan Mo Heng (dari klub HCTNH Surabaya) sebagai kiper, Frans Hu Kom (dari klub tentara, Sparta Bandung), dan Jack Kolle (dari Excelsior Soerabaja) sebagai bek. Achmad Nawir (calon dokter dari HBS Soerabaja) sebagai pemain sayap kiri. Sutan Anwar, sebagai pemain sayap kanan. Dan di barisan depan, diisi Isaak Pattiwael, Hans Taihuttu, Suvarte Soedarmadji, Tan Hong Djien, dan Henk Sommers.

Saat itu, Achmad Nawir ditunjuk sebagai kapten kesebelasan oleh pelatih tim, Johannes Christoffel Jan Mastenbroek. Achmad Nawir menjadi pemain sepakbola pertama yang tampil di Final Piala Dunia yang berkacamata (sebelum Edgar Davids pada tahun 1998).

Profil Achmad Nawir

Lahir di daerah Maninjau, Sumatera Barat pada tanggal 1 Januari 1911. Selain merupakan seorang dokter, Achmad Nawir adalah merupakan pemain sepakbola kelas internasional.

Sebelum berkarier sebagai pesepak bola, Achmad Nawir merupakan mahasiswa kedokteran di Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS) Surabaya sejak 1929 dan lulus menjadi dokter pada tahun 1939.

Memulai karir sebagai pemain sepakbola di tim Houd Braef Stand (HBS) Soerabaja. Sepulangnya dari Piala Dunia 1938 di Perancis, ia kembali berkecimpung dalam dunia kedokteran yang digelutinya sembari terus memberikan sumbangsihnya dalam dunia sepakbola nasional.

Profesi dokter dan pemain sepak bola dijalani Achmad Nawir secara berbarengan hingga akhirnya Jepang menduduki Tanah Air pada 1942 Kekuasaan Jepang di Indonesia membuat kompetisi sepak bola lokal terhenti. Achmad Nawir pun terjun ke medan perang sebagai tim medis. Dengan keilmuwannya, beliau berjibaku menyelamatkan nyawa banyak orang.

Achmad Nawir berkacamata berdiri di kiri

Setelah Indonesia merdeka, Achmad Nawir mendirikan klinik rawat inap di di Jalan Raya Darmo 26, Surabaya. Selain sibuk dengan aktivitas sebagai seorang dokter, Achmad Nawir tetap berkecimpung di dunia sepakbola baik sebagai pelatih maupun sebagai dokter PSSI

Sampai akhir hayatnya di April 1995, Achmad Nawir tetap aktif mengkontribusikan pikiran dan tenaganya untuk kemajuan PSSI dan Persebaya.

Achmad Nawir memiliki seorang putra bernama Ferril Nawir yang saat ini menjadi seniman batik di Amerika Serikat.

Senin, 02 Juli 2018

Kisah Indonesia Masuk Babak Final Piala Dunia

Mungkin sebagian di antara kita tidak akan percaya bahwa ternyata kesebelasan sepak bola Indonesia pernah masuk ke Babak Final Piala Dunia. Ternyata memang benar bahwa kesebelasan sepak bola Indonesia pernah berlaga di babak final Piala Dunia, tepatnya pada saat Piala Dunia tahun 1938. Kala itu, Indonesia masih bernama Hindia Belanda (Dutch East Indies). Berikut ini adalah sekelumit cerita tentang keikutsertaan tim Indonesia (Hinda Belanda) ketika mengikuti pertandingan Piala Dunia tahun 1938 yang dikutip dari x.detik.com.

Suara peluit menjerit melengking mengingatkan para calon penumpang di Stasiun Den Haag bahwa kereta api siap diberangkatkan. Jarum jam hampir menunjukkan pukul 11.00. Dengan suara hiruk pikuk, serombongan penumpang bergegas naik ke kereta. Wajah mereka ceria dan penuh tawa.
Di antara para penumpang kereta di Stasiun Den Haag, Belanda, pada siang hari itu, Rabu 1 Juni 1938, penampilan mereka sungguh menarik banyak perhatian. Ada beberapa orang tak seberapa tinggi badannya dan berkulit cokelat gelap, sebagian lagi berkulit lebih terang dan bermata agak sipit, tapi ada pula yang berkulit putih dengan postur lebih tinggi.

Rombongan penumpang dengan tujuan Prancis itu memang datang dari negeri yang sangat jauh, Nederlands-Oost-Indië atau Hindia Belanda, atau kini, Indonesia. Mereka, 17 pemain sepak bola tim nasional Hindia Belanda, akan berlaga melawan tim Hungaria di Stadion Velodrome Municipal, kota Reims, sekitar 140 kilometer arah timur laut kota Paris, Prancis, empat hari kemudian.

Bagi Achmad Nawir, sang kapten, Sutan Anwar, Isaak Pattiwael, M.J. Hans Taihuttu, Tan Mo Heng, dan kawan-kawan, ini lah perjalanan pertama mereka ke Eropa, juga laga pertama sekaligus terakhir bagi Hindia Belanda dan Indonesia di Piala Dunia. Di depan The Magyars, julukan bagi tim Hungaria, Nawir dan teman-teman diramal bakal kalah telak. Dengan tulang punggung para pemain klub Ferencvaros, Hungaria memang menang segalanya.

Tapi menurut F. Van Bommel, Direktur Teknik Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU), Persatuan Sepak bola Hindia Belanda, Nawir dan kawan-kawan tak sudi menyerah kalah sebelum bertanding. “Kami tak akan memberikan pertandingan itu sebagai hadiah bagi tim Hungaria,” kata Van Bommel, dikutip koran Belanda, Alkmaarsche Courant, edisi 2 Juni 1938.

Setelah Mesir menjadi wakil pertama dari Benua Afrika di Piala Dunia 1934 di Italia, Federasi Internasional Asosiasi Sepak bola (FIFA) berharap ada wakil dari benua terbesar, Asia, pada Piala Dunia 1938 yang diselenggarakan di Prancis. FIFA mengundang Jepang dan Hindia Belanda untuk mengikuti babak kualifikasi. Hindia Belanda, yang diwakili oleh NIVB (Nederlandsch-Indische Voetbal Bond) resmi menjadi anggota FIFA pada 24 Mei 1924, lima tahun setelah berdiri.

Ketika itu di Hinda Belanda terdapat 3 organisasi sepakbola di Hindia Belanda, yaitu: Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB) milik bangsa Belanda, Hwa Nan Voetbal Bond (HNVB) milik bangsa Tionghoa dan Persatuan Sepakraga Seluruh Indonesia (PSSI) milik pribumi. Setelah konflik berkepanjangan di tubuh organisasi, NIVB digantikan oleh NIVU (Nederlandsch-Indische Voetbal Unie) pada pertengahan 1935. NIVU lah yang menggantikan posisi NIVB dalam menentukan pemain dari tim yang akan dibentuk untuk dikirim ke Babak Final Piala Dunia 1938. Kala itu PSSI (Persatuan Sepak raga Seluruh Indonesia) yang berdiri pada 1930 ataupun HNVB tidak ditunjuk untuk membentuk tim ini sehingga terjadilah konflik antara NIVU dengan PSSI. Akhirnya konflik reda sementara setelah kesepakatan antara Johannes C. J. Mastenbroek dengan Soeratin Sosrosoegondo yang mewakili PSSI dalam perjanjian Gentlemen's Agreement di Yogyakarta pada tanggal 15 Januari 1937.

Untuk menyaring tim Piala Dunia, NIVU menggelar seleksi di sejumlah kota. Terbatasnya waktu seleksi serta persoalan biaya membuat NIVU hanya mengadakan seleksi di Pulau Jawa. PSSI sempat protes lantaran tak dilibatkan dalam seleksi, tapi Mastenbroek, sang pelatih tim Hindia Belanda, bersama teman-temannya, jalan terus. “Harapan orang-orang sangat tinggi,” Java Bode menulis soal seleksi di kota Surabaya pada pertengahan Februari, empat bulan sebelum Piala Dunia 1938. Tapi orang-orang kecewa melihat buruknya stamina para pemain.

Sepekan setelah seleksi di Surabaya, Komisi Teknik NIVU yang beranggotakan Mastenbroek, R.E. Weiss, J. Koenekoop, dan A.P. van Lingen, menetapkan tim yang akan mewakili Hindia Belanda ke Piala Dunia di Prancis. Salah satu koran terbesar di Hindia Belanda kala itu, Bataviaasch Nieuwsblad, menulis Komisi Teknik hanya memilih sebelas pemain inti dan lima pemain cadangan. Belakangan, komposisi tim itu mengalami sedikit perubahan. Jumlahnya juga berubah menjadi 17 pemain dengan enam pemain cadangan.

Di bawah mistar, ada Tan Mo Heng, dari klub HCTNH Surabaya, di depannya, dua penghalang, Frans Hu Kom dari klub tentara, Sparta Bandung, dan Jack Kolle dari Excelsior Soerabaja. Achmad Nawir, calon dokter dari HBS Soerabaja, siap menusuk pertahanan lawan dari sayap kiri, bersama-sama Sutan Anwar, di sisi seberang. Di barisan depan, diisi Isaak Pattiwael, Hans Taihuttu, Suvarte Soedarmadji, Tan Hong Djien, dan Henk Sommers.

* * *

Bagaimana ceritanya tim nasional sepak bola Hindia Belanda bisa menjadi tim negara Asia pertama yang bermain di putaran final Piala Dunia? Bisa dibilang, Hindia Belanda tak perlu berkeringat hingga menjadi satu di antara 15 tim yang berlaga di Piala Dunia 1938.

Semula FIFA menjadwalkan Hindia Belanda menjalani pertandingan kualifikasi melawan Jepang untuk memperebutkan satu tiket Piala Dunia dari Asia. Tapi Jepang memilih mundur lantaran keberatan Piala Dunia digelar di negara Eropa. Bukannya langsung melenggang ke Prancis, setelah Jepang mundur, FIFA menggelar rapat. Hasilnya membuat petinggi NIVU berang.

Menurut FIFA, timnas Hindia Belanda mesti menjalani pertandingan kualifikasi melawan Amerika Serikat. Rencananya, pertandingan kualifikasi ini akan digelar di Rotterdam, Belanda, pada 26 Mei 1938. J.D. Hoen, bos NIVU, menilai keputusan FIFA tak adil bagi Hindia Belanda. “Hindia Belanda mestinya langsung lolos ke Prancis setelah Jepang mundur,” kata Hoen, dikutip De Telegraaf edisi 17 November 1937. Untung sekali lagi bagi Hindia Belanda, tim nasional Amerika menolak bertanding melawan mereka di Eropa. Walhasil, Hindia Belanda lolos ke Piala Dunia 1938 tanpa melewati satu pertandingan pun.

Sebelum keberangkatan, tim berkeliling pulau Jawa, mulai dari Solo, Malang, hingga Batavia, untuk menjajal tim-tim terkuat sekaligus sebagai ajang mengasah kemampuan. Saat berada di Surabaya sebelum menghadapi Soerabaiasche Voetbal Bond (SVB) pada 18 April 1938,  diperkenalkan juga maskot tim berupa boneka Billiken berwarna oranye. Achmad Nawir yang ditunjuk sebagai kapten tim, seperti dikutip koran Surabaya berbahasa Belanda De Indische Courant terbitan 19 April 1938, berharap maskot tersebut membawa keberuntungan di Prancis nanti.  

Setelah pertandingan ujicoba terakhir melawan klub VBO di Batavia, dengan menumpang kapal MS Baloeran milik perusahaan Belanda, Rotterdamsche Lloyd, Nawir dan teman-temannya berangkat dari pelabuhan Tanjung Priuk, Jakarta, pada 27 April 1938. Mereka sempat mampir di pelabuhan Belawan, Medan, dan menjalani pertandingan uji coba melawan klub klub OSVB.

Kepada koran Belanda, Utrechts Volksblad, Van Bommel bercerita bagaimana mereka melewatkan beberapa pekan di atas kapal Baloeran. Berhari-hari bersama di kapal, menurut Van Bommel, makin merekatkan hubungan 17 pemain yang berasal dari pelbagai daerah, juga dari bermacam-macam keturunan. Dari 17 pemain, delapan di antaranya merupakan keturunan Belanda, tiga orang keturunan Tionghoa, tiga pemain keturunan Maluku, dua dari Sumatra, dan seorang Jawa. “Mereka jadi teman selama perjalanan dan solidaritas di antara mereka makin kuat,” kata Van Bommel.

Perjalanan laut itu berakhir di Pelabuhan Marseille, Prancis. Rupanya, tim ini tak langsung ke kota Reims, lokasi pertandingan pertama melawan Hungaria. Rombongan dari Hindia Belanda itu justru menuju kota Den Haag, Belanda, dengan menggunakan kereta api Parijschen pada 18 Mei 1938. Di Stasiun Den Haag, Karl Lotsy, Direktur Koninklijke Nederlandse Voetbal Bond (KNVB), organisasi sepak bola Belanda, bersama sejumlah pejabat lain, juga puluhan orang yang tertarik dengan kedatangan tim Hindia Belanda, sudah siap menyambut.

KNVB telah menyiapkan Hotel Duinoord di Wassenaar, daerah pinggiran Den Haag, sebagai tempat tinggal rombongan selama di Belanda. Selain ditempa oleh Bob Glendenning, pelatih KNVB, tim nasional Hindia Belanda juga sempat dua kali bertanding melawan klub Belanda, HBS Den Haag dan VV Haarlem. Hasilnya lumayan juga. Sekali seri, 2-2, dan sekali menang, 5-3.

Hingga sampai lah saat itu tanggal 5 Juni 1938 yang menjadi hari diselenggarakannya pertandingan antara kesebelasan Hindia Belanda dengan kesebelasan Hongaria di Stadion Velodrome (sekarang bernama Auguste Delaune), Reims, Perancis. Sejak pukul tiga siang, orang-orang sudah memadati Place Drouet d’Erlon di jantung kota Reims. Di kafe-kafe, seperti ditulis Algemeen Handelsblad, orang-orang berisik membicarakan tim Hindia Belanda, negara jajahan di belahan bumi lain yang menjadi tim pertama dari benua Asia yang bermain di Putaran Final Piala Dunia. Dua jam kemudian, tepat pukul 17.00 waktu setempat, wasit Roger Conrie meniup peluit tanda dimulainya pertandingan antara Hindia Belanda melawan The Magyars, Hungaria.

Bagi Hungaria, ini lah kedua kalinya mereka berlaga di putaran final Piala Dunia. Beberapa pemain kunci seperti Gyorgy Sarosi, Vilmos Kohut, dan Geza Toldi merupakan ‘veteran’ Piala Dunia 1934 di Italia. Tabloid mingguan dari Prancis, Le Miroir Des Sports, edisi 8 Juni 1938 menggambarkan pertandingan antara dua tim tersebut laksana David melawan Goliat. Dalam hal postur tubuh tim Hindia Belanda kalah segala-galanya. Baik tinggi maupun berat badan

Kalah dari segi fisik tak berarti tim Hindia Belanda yang dilatih Johannes Christoffel Jan Mastenbroek kalah teknik. "Dalam keahlian individu, pemain-pemain Hindia Belanda tampil luar biasa. Mereka punya kemampuan menggiring bola yang baik bahkan berani bertarung di udara," tulis Le Miroir. Dengan gagah berani, Nawir, Sutan Anwar, Isaak Pattiwael, Tan Hong Djien, memberikan perlawanan.

Tapi mereka memang kalah kelas. Gol Kohut pada menit ke-13, disusul gol Toldi dua menit kemudian, dan gol Sarosi tak berselang lama, menamatkan perlawanan mereka. Wartawan Leidsche Courant menulis, usai gawang Tan Mo Heng dijebol Sarosi, semangat bertarung tim Hindia Belanda tampak melorot. Hungaria mengontrol penuh permainan.

Sebenarnya penyerang Hindia Belanda sempat membuat gol balasan melalui Isaak. Cerita itu dituturkan John Izaac Minotty Pattiwael, cucu Isaak. "Tapi gol opa saya dianulir," kaya John kepada detikX. Saat wasit Conrie kembali meniup peluit panjang tanda 90 menit pertandingan usai, Hungaria unggul 6-0 dari Hindia Belanda.

‘Eervolle 6-0 Nederlaag van Indie’, Kekalahan Terhormat untuk Hindia Belanda, harian asal Medan berbahasa Belanda, De Sumatra Post, edisi Selasa 7 Juni 1938, memberikan judul untuk tulisan panjangnya mengenai pertandingan tim Hindia Belanda melawan The Magyars.